.

...to teach, to mentor, to discover, to publish, to reach beyond the walls, to change, to tell the truth...

Selasa, 08 November 2011

Knowledge Base Procurement: Sebuah Wacana Konsep

Korupsi yang merupakan extraordinary crime dan crime aginst humanity terbukti telah membawa banyak dampak buruk dalam kehidupan bernegara. Data KPK dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 menunjukkan bahwa dari 196 kasus korupsi yang ditangani KPK, 86 (43,8%) kasus adalah masalah pengadaan barang/jasa. Angka 43,8% kasus korupsi dalam pengadaan barang/jasa yang ditangani KPK tersebut sebenarnya sudah berkurang dibandingkan pada tahun 2007 yang mencapai 70%. (Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, 2007)
Hal lain yang terkait adalah realisasi belanja barang dan belanja modal pemerintah pusat melalui proses pengadaan barang/jasa untuk tahun 2010 mencapai 177,9 triliun atau 15,8% dari total belanja APBN, sedangkan belanja modal pada pemerintah daerah mencapai 70,67 triliun atau 20,5% dari total nilai transfer ke daerah. Angka tersebut belum ditambah anggaran pengadaan barang/jasa yang bersumber dari komponen APBD selain dana perimbangan, belum lagi ditambah jumlah pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh BUMN/BUMD.
Untuk menghilangkan atau paling tidak mengurangi secara signifikan praktek-praktek penyimpangan dan korupsi dalam pengadaan barang/jasa, maka salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah dengan pencegahan. Pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan integritas dan kapasitas SDM yang tidak hanya dalam bidang pengadaan barang/jasa tetapi juga dalam bidang lain yang terkait seperti keuangan negara/daerah, proses perencanaan dan anggaran, tindak pidana korupsi, teknologi informasi serta memiliki integritas moral, etika dan budaya kerja yang mendukung anti korupsi.
Salah satu alternatif solusi untuk mengatasi permasalah tersebut di atas adalah dengan mengembangkan model Knowlegde Base Procurement, yang paling tidak dibagi menjadi tiga topologi yakni 1) model jalur pendidikan formal baik pada jenjang diploma, sarjana maupun pascasarjana, 2) model jalur pendidikan singkat atau training, 3) model pengembangan sistem pengadaan. Disinilah diperlukan optimalisasi peran perguruan tinggi sebagai center of excellence, untuk menelaah dan menjalankan wacana model tersebut.
Salah satu output dari model tersebut adalah hadirnya profesi ahli pengadaan yang secara formal setara dengan profesi lain karena telah menempuh pendidikan formal yang memadai. Selain itu model ini juga menghasilkan output sebuah sistem pengadaan dengan teknologi sistem pakar (expert system). Sehingga sistem pengadaan ke depan adalah dijalankan oleh SDM yang berpengetahuan memadai dengan didukung oleh sistem yang berbasis pengetahuan juga.
Fenomena e-procurement dalam sistem pengadaan barang/jasa pemerintah memang sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Hadirnya e-procurement juga telah dapat mereduksi praktek-praktek yang menyimpang dalam pengadaan barang/jasa. Namun demikian, metodologi pengembangan sistem e-procurement harus diarahkan pada sistem pakar, untuk lebih membantu para pengguna sistem. Pada prinsipnya sebuah sistem pakar ditopang oleh knowledge base yang memadai, didukung oleh fasilitas yang mampu menerima input informasi dari para pakar yang kemudian menyimpannya dalam database. Sistem pakar dengan knowledge base-nya akan merangkai informasi dari pakar, melihat aturan main yang ada dan membandingkan dengan kasus-kasus yang telah diinputkan, untuk memberikan informasi berupa saran, petunjuk maupun peringatan kepada para penggunanya.
Last but not least, semua ini tentu saja akan berhenti pada tataran wacana jika kita tidak mulai bekerja untuk mewujudkan hal tersebut dari sekarang. Bukankah banyak hal besar yang dapat dicapai karena berawal dari mimpi? Jadi mari kita wujudkan sistem pengadaan barang/jasa di Indonesia yang bebas korupsi dengan menerapkan Knowledge base procurement.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar